ILMU QIRAAT.
Qiraat dari segi bahasa: ialah berasal dari perkataan jama' قراءة iaitu berasal dari
masdar atau kata terbitan قرأ
yang bermaksud bacaan.
Istilah: qiraat merupakan suatu ilmu yang membincangkan
tentang cara-cara menyebut kalimah al-Qur'an bersandarkan dari ulama'-ulama'
qiraat. Ia juga merupakan satu bentuk bahasa dan sebutan yang diharuskan oleh
Allah ta'ala untuk membaca al-Qur'an dengannya sebagai kemudahan kepada
hambanya untuk beribadah.
SEJARAH ILMU QIRAAT.
Pada permulaan wahyu, Nabi s.a.w. amat
menitikberatkan ajaran al-Quran. Para sahabat diberi galakan oleh baginda untuk
membaca dan menghafaz ayat al-Quran sehingga melahirkan sejumlah generasi
intelektual dan memadamkan buta huruf setelah diselubungi kegelapan jahiliah. Tempoh
dakwah di Makkah merupakan marhalah pembentukan aqidah, akhlak dan roh.
Marhalah ini juga dikenali sebagai “Marhalah Al-I’jaz” yang melemahkan bangsa
Arab daripada menolak ajaran al-Quran serta membuktikan kebenaran risalah
nubuwwah.
Al-Quran yang diturunkan dengan tujuh
huruf ( الأحرف السبعة
) memberi kemudahan kepada umat Islam untuk membaca dan mengamalkan hukum-hakam
yang terkandung di dalamnya. Penurunan al-Quran dengan tujuh huruf ini bermula
pada tempoh dakwah baginda di Madinah setelah dakwah Nabi s.a.w. semakin meluas
ke seluruh tanah Arab. Marhalah ini juga dikenali sebagai “Marhalah At-Tashil”
yang membantu umat Arab mengenali al-Quran dan menghayatinya mengikut lahjah
kabilah masing-masing.
Hasil galakan dan panduan daripada Nabi
s.a.w., generasi sahabat sangat tekun mendalami al-Quran dengan seluruh wajah
qiraat yang diturunkan. Setelah kewafatan baginda, para sahabat telah
bertebaran di seluruh Semenanjung Tanah Arab sehingga melahirkan beberapa
madrasah qiraat seperti Madani, Makki, Syami, Kufi dan Basri. Kemudian datang
generasi selepasnya sehingga melahirkan tokoh-tokoh yang masyhur dalam bidang
ini antaranya ialah sepuluh imam qurra’.
Setelah zaman berzaman ilmu qiraat
semakin berkembang dengan kelahiran tokoh-tokoh dalam bidang ini seperti Imam
as-Syatibi (wafat 590H), Imam Ibnu al-Jazari (wafat 833H) dan lain-lain. Para
ulama juga telah membahaskan ilmu qiraat dalam pelbagai sudut untuk menambahkan
kefahaman terhadap al-Quran seperti sejarah ilmu qiraat, taujih al-Qiraat
al-Mutawatirah, taujih al-Qiraat as-Syazzah.
MENGENAL IMAM-IMAM QIRA>’AT
Berikut ini adalah para imam qira>’at
yang terkenal dalam sebutan qira>’at Sab’ah dan Qiraat ‘Asyarah , serta
qira>’at Arba’ ‘Asyara :
1. Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’
bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi.
Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H.
Ia mempelajari qira>’at dari Abu
Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah
bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang
mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah.
Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali,
antara lain : Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’,
‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.
Perawi qira>’at Imam Nafi’ yang
terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
2. Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir
bin Umar bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah
tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari qira>’at dari Abu
as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas
(maula Ibn ‘Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab,
Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung
dari Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Ibn KAsir banyak sekali,
namun perawi qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan
Qunbul (w. 251 H).
3. Abu’Amr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin
‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa
namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah.
Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya
berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar qira>’at dari Abu
Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin
Abu al-Nujud dan Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin
Khattab, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat
ini menerima qira>’at langsung dari Rasulullah SAW.
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal
adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah
kedua perawi qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan
al-Suusii (w. 261 H).
4. Abdullah bin ‘Amir al-Sya>mi
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir
bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr,
ia termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada
tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik.
Ibn ‘Amir menerima qira>’at dari
Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu
Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi
perawi qiraatnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242
H).
5. ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu
al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu
al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu
Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima qira>’at dari Abu
Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar
Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin
Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi
perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).
6. Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib
bin ‘Ammarah bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah
Imam ‘Ashim. Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu
kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari
Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad
bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan
Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin
Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi
perawi qira>’at -nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w.
229 H).
7. Al-Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin
Abdullah bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar
Kisa’i karena ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189
H.
Beliau mengambil qira>’at dari banyak
ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman
bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far
yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka
semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal
sebagai perawi yang dikenal sebagai perawi qira>’at-nya adalah al-Lais (w.
240 H) dan Hafsh al-Duuri (w. 246 H).
Untuk melengkapi jumlah qira>’at
menjadi qira>’at ‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qira>’at berikut
ini :
SYARAT-SYARAT SAHNYA QIRAAT
Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan
diterimanya qiraat. yaitu :
1. Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa
Arab.
2. Sesuai dengan tulisan pada salah satu
mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
3. Shahih sanadnya.
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah
satu kaidah bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi
qawa’id bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih,
atau berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan
pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima para imam
dengan sanad yang shahih.
Manfaat Perbedaan Qira>’at
Adanya bermacam-macam qiraat seperti
telah disebutkan di atas, mempunyai berbagai manfaat, yaitu :
1. Meringankan umat Islam dan mudahkan
mereka untuk membaca al-Qur’an. Keringanan ini sangat dirasakan khususnya oleh
penduduk Arab pada masa awal diturunkannya al-Qur’an, dimana mereka terdiri
dari berbagai kabilah dan suku yang diantara mereka banyak terdapat perbedaan
logat, tekanan suara dan sebagainya. Meskipun sama-sama berbahasa Arab.
Sekiranya al-Qur’an itu diturunkan dalam satu qiraat saja maka tentunya akan
memberatkan suku-suku lain yang berbeda bahasanya dengan al-Qur’an.
2. Menunjukkan betapa terjaganya dan
terpeliharanya al-Qur’an dari perubahan dan penyimpangan, padahal kitab ini
mempunyai banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
3. Dapat menjelaskan hal-hal mungkin
masih global atau samar dalam qiraat yang lain, baik qira>’at itu Mutawatir,
Masyhur ataupun Syadz. Misalnya qira>’at Syadz yang menyalahi rasam mushaf
Usmani dalam lafaz dan makna tetapi dapat membantu pentafsirannya.
4. Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi
kepadatan maknanya, karena setiap qiraat menunjukkan suatu hukum syara’
tertentu tanpa perlu adanya pengulangan lafaz.
5. Meluruskan aqidah sebagian orang yang
salah, misalnya dalam penafsiran tentang sifat-sifat surga dan penghuninya
dalam Q.S. al-Insan (76): 20 :
وَإِذَا رَأَيْتَ
ثَمَّ رَأَيْتَ نَعِيمًا وَمُلْكًا كَبِيرًا
Dalam qira>’at lain dibaca (مَلِكًا) dengan memfathahkan mim
dan mengkasrahkan lam, sehingga qira>’at ini menjelaskan qira>’at pertama
bahwa orang-orang mukmin akan melihat wajah Allah di akhirat nanti.
6. Menunjukkan keutamaan dan kemuliaan
umat Muhammad SAW atas umat-umat pendahulunya, karena kitab-kitab yang
terdahulu hanya turun dengan satu segi dan satu qiraat saja, berbeda dengan
al-Qur’an yang turun dengan beberapa qiraat.
HUKUM MEMPELAJARI ILMU QIRAAT.
Ulama’ telah bersepakat bahawa setiap
ilmu tidak diberatkan keatas setiap umat Islam. Maka, hukum mempelajarinya dan
mengamalkannya merupakan fardhu kifayah sama ada dari ilmu agama atau ilmu
dunia. Oleh itu, ilmu kedoktoran, kejuruteraan, dan selainnya adalah terdiri
daripada ilmu dunia manakala ilmu qiraat, hadith nabi, ilmu tajwid dan
selainnya adalah terdiri daripada ilmu agama. Walaubagaimanapun, semuanya merupakan
sebahagian daripada ilmu-ilmu Allah dan wajib keatas umat Islam untuk
memelihara semua ilmu-ilmu ini.
Maka, secara khususnya pada ilmu qiraāt,
sama ada dari segi mengetahui pembacaan dan periwayatannya , dan beramal
dengannya adalah merupakan fardhu kifayah keatas kaum muslimin.
No comments:
Post a Comment