Tuesday, 5 November 2013

NOTA ILMU QIRAAT

ILMU QIRAAT.
Qiraat dari segi bahasa: ialah berasal dari perkataan jama' قراءة iaitu berasal dari masdar atau kata terbitan قرأ yang bermaksud bacaan.
 Istilah: qiraat merupakan suatu ilmu yang membincangkan tentang cara-cara menyebut kalimah al-Qur'an bersandarkan dari ulama'-ulama' qiraat. Ia juga merupakan satu bentuk bahasa dan sebutan yang diharuskan oleh Allah ta'ala untuk membaca al-Qur'an dengannya sebagai kemudahan kepada hambanya untuk beribadah.

SEJARAH ILMU QIRAAT.
Pada permulaan wahyu, Nabi s.a.w. amat menitikberatkan ajaran al-Quran. Para sahabat diberi galakan oleh baginda untuk membaca dan menghafaz ayat al-Quran sehingga melahirkan sejumlah generasi intelektual dan memadamkan buta huruf setelah diselubungi kegelapan jahiliah. Tempoh dakwah di Makkah merupakan marhalah pembentukan aqidah, akhlak dan roh. Marhalah ini juga dikenali sebagai “Marhalah Al-I’jaz” yang melemahkan bangsa Arab daripada menolak ajaran al-Quran serta membuktikan kebenaran risalah nubuwwah.

Al-Quran yang diturunkan dengan tujuh huruf ( الأحرف السبعة ) memberi kemudahan kepada umat Islam untuk membaca dan mengamalkan hukum-hakam yang terkandung di dalamnya. Penurunan al-Quran dengan tujuh huruf ini bermula pada tempoh dakwah baginda di Madinah setelah dakwah Nabi s.a.w. semakin meluas ke seluruh tanah Arab. Marhalah ini juga dikenali sebagai “Marhalah At-Tashil” yang membantu umat Arab mengenali al-Quran dan menghayatinya mengikut lahjah kabilah masing-masing.
Hasil galakan dan panduan daripada Nabi s.a.w., generasi sahabat sangat tekun mendalami al-Quran dengan seluruh wajah qiraat yang diturunkan. Setelah kewafatan baginda, para sahabat telah bertebaran di seluruh Semenanjung Tanah Arab sehingga melahirkan beberapa madrasah qiraat seperti Madani, Makki, Syami, Kufi dan Basri. Kemudian datang generasi selepasnya sehingga melahirkan tokoh-tokoh yang masyhur dalam bidang ini antaranya ialah sepuluh imam qurra’.
Setelah zaman berzaman ilmu qiraat semakin berkembang dengan kelahiran tokoh-tokoh dalam bidang ini seperti Imam as-Syatibi (wafat 590H), Imam Ibnu al-Jazari (wafat 833H) dan lain-lain. Para ulama juga telah membahaskan ilmu qiraat dalam pelbagai sudut untuk menambahkan kefahaman terhadap al-Quran seperti sejarah ilmu qiraat, taujih al-Qiraat al-Mutawatirah, taujih al-Qiraat as-Syazzah.

MENGENAL IMAM-IMAM QIRA>’AT
Berikut ini adalah para imam qira>’at yang terkenal dalam sebutan qira>’at Sab’ah dan Qiraat ‘Asyarah , serta qira>’at Arba’ ‘Asyara :

1. Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H.
Ia mempelajari qira>’at dari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah.
Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali, antara lain : Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.
Perawi qira>’at Imam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).


2. Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.

Beliau mempelajari qira>’at dari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Ibn KAsir banyak sekali, namun perawi qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).

3. Abu’Amr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar qira>’at dari Abu Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima qira>’at langsung dari Rasulullah SAW.
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii (w. 261 H).

4. Abdullah bin ‘Amir al-Sya>mi
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik.
Ibn ‘Amir menerima qira>’at dari Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).


5. ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima qira>’at dari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).



6. Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim. Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qira>’at -nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).

7. Al-Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H.
Beliau mengambil qira>’at dari banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.

Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang dikenal sebagai perawi qira>’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri (w. 246 H).
Untuk melengkapi jumlah qira>’at menjadi qira>’at ‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam qira>’at berikut ini :

SYARAT-SYARAT SAHNYA QIRAAT
Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiraat. yaitu :
1. Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab.
2. Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
3. Shahih sanadnya.
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi qawa’id bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih, atau berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima para imam dengan sanad yang shahih.
Manfaat Perbedaan Qira>’at
Adanya bermacam-macam qiraat seperti telah disebutkan di atas, mempunyai berbagai manfaat, yaitu :
1. Meringankan umat Islam dan mudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an. Keringanan ini sangat dirasakan khususnya oleh penduduk Arab pada masa awal diturunkannya al-Qur’an, dimana mereka terdiri dari berbagai kabilah dan suku yang diantara mereka banyak terdapat perbedaan logat, tekanan suara dan sebagainya. Meskipun sama-sama berbahasa Arab. Sekiranya al-Qur’an itu diturunkan dalam satu qiraat saja maka tentunya akan memberatkan suku-suku lain yang berbeda bahasanya dengan al-Qur’an.
2. Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya al-Qur’an dari perubahan dan penyimpangan, padahal kitab ini mempunyai banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
3. Dapat menjelaskan hal-hal mungkin masih global atau samar dalam qiraat yang lain, baik qira>’at itu Mutawatir, Masyhur ataupun Syadz. Misalnya qira>’at Syadz yang menyalahi rasam mushaf Usmani dalam lafaz dan makna tetapi dapat membantu pentafsirannya.
4. Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan maknanya, karena setiap qiraat menunjukkan suatu hukum syara’ tertentu tanpa perlu adanya pengulangan lafaz.

5. Meluruskan aqidah sebagian orang yang salah, misalnya dalam penafsiran tentang sifat-sifat surga dan penghuninya dalam Q.S. al-Insan (76): 20 :

وَإِذَا رَأَيْتَ ثَمَّ رَأَيْتَ نَعِيمًا وَمُلْكًا كَبِيرًا

Dalam qira>’at lain dibaca (مَلِكًا) dengan memfathahkan mim dan mengkasrahkan lam, sehingga qira>’at ini menjelaskan qira>’at pertama bahwa orang-orang mukmin akan melihat wajah Allah di akhirat nanti.

6. Menunjukkan keutamaan dan kemuliaan umat Muhammad SAW atas umat-umat pendahulunya, karena kitab-kitab yang terdahulu hanya turun dengan satu segi dan satu qiraat saja, berbeda dengan al-Qur’an yang turun dengan beberapa qiraat.

HUKUM MEMPELAJARI ILMU QIRAAT.
Ulama’ telah bersepakat bahawa setiap ilmu tidak diberatkan keatas setiap umat Islam. Maka, hukum mempelajarinya dan mengamalkannya merupakan fardhu kifayah sama ada dari ilmu agama atau ilmu dunia. Oleh itu, ilmu kedoktoran, kejuruteraan, dan selainnya adalah terdiri daripada ilmu dunia manakala ilmu qiraat, hadith nabi, ilmu tajwid dan selainnya adalah terdiri daripada ilmu agama. Walaubagaimanapun, semuanya merupakan sebahagian daripada ilmu-ilmu Allah dan wajib keatas umat Islam untuk memelihara semua ilmu-ilmu ini.
Maka, secara khususnya pada ilmu qiraāt, sama ada dari segi mengetahui pembacaan dan periwayatannya , dan beramal dengannya adalah merupakan fardhu kifayah keatas kaum muslimin.



No comments:

Post a Comment